NURSING CARE

Sabtu, 05 Februari 2011

Pasar Terapung Muara Kuin.. sarapan di atas sungai..

Pasar terapung merupakan satu atraksi wisata dan tradisi yang menarik. Hanya ada sedikit tempat di Indonesia yang masih memelihara tradisi berdagang di pasar terapung. Satu contoh yang paling terkenal adalah Pasar Terapung Muara Kuin di Banjarmasin, yang mendapat julukan Kota Seribu Sungai.

pasar terapung, sebagai tradisi dan objek wisata
Banjarmasin, ibukota Kalimantan Selatan, tidak disangkal merupakan kota besar di Kalimantan dengan sederet fasilitas layaknya kota metropolitan, termasuk semua sarana perdagangan dan pertokoan. Walaupun jaringan waralaba supermarket dan minimarket sudah mampir hampir ke pelosok, menurut saya, masyarakat yang masih berdagang di pasar terapung tampaknya tidak tergoda, abai, dan tetap mendayung untuk menjual dan membeli. Ini yang salut dari mereka, walaupun tetap ada terdengar suara kekhawatiran tentang berapa lama lagi pasar terapung dapat bertahan.
didominasi generasi tua.. sampai kapan mereka sanggup bertahan?
Kebijakan Pemda yang pro pasar terapung saya rasa penting untuk mempertahankan eksistensi pasar terapung. Pemda setempat, menurut pandangan saya, sudah mulai menata, mengarahkan, dan mempromosikan pasar terapung sebagai salah satu objek wisata. Tetapi perlu juga dipikirkan serbuan-serbuan waralaba minimarket yang makin menjamur, yang sangat memudahkan, menjual barang yang lebih variatif, dan lokasinya lebih strategis. Hal ini hendaknya menjadi perhatian kita bersama.
dekat industri perkayuan.. perlu penataan lebih serius untuk lokasi yang lebih nyaman
Cukup lama sebenarnya saya ingin melihat pasar terapung secara langsung. Kebetulan teman di Banjarbaru langsung mengajak saya plesiran ke pasar terapung sehari setelah saya sampai disana. Berangkat pagi buta, solat subuh di masjid tengah jalan, kami tiba di lokasi sekitar Muara Kuin sekitar jam setengah enam. Belum terlalu terlambat untuk menyaksikan pasar terapung dari dekat. Di beberapa tempat ada plang yang menunjukkan tempat penyewaan perahu yang akan membawa kita ke keunikan pasar terapung ini.
ada yang mau jambu? mangga?
Pasar terapung berada di tempat yang disebut Muara, yang sebenarnya adalah pertemuan sungai yang lebuh kecil, Martapura (CMIIW) yang bermuara ke Sungai Barito yang memang besar dan lebar di sebelah barat pusat kota Banjarmasin. Sebenarnya ada juga terminal perahu di tengah kota yang bisa membawa pelancong menikmati pasar terapung di pagi hari. Tapi kami lebih memilih daerah sekitar Muara Kuin (saya lupa namanya) untuk lebih menikmati perjalanan di perahu yang menembus rumah-rumah pemukiman penduduk di tepi sungai.
atau ada yang mau pisang?
Harga 100 ribu rupiah jadi kesepakatan untuk sewa perahu ke Muara Kuin dan setelahnya ke Pulau Kembang (awalnya kami juga tidak tahu tempat apa itu). Perahu kami sebenarnya bisa membawa sampai belasan orang, tapi cuma diisi oleh kami berdua (bertiga ditambah motoris) karena memang pengunjung yang naik dari tempat itu tidak terlalu banyak.Setelah melewati pemukiman di tepi sungai dengan suasana yang masih agak gelap, tidak sampai setengah jam, tibalah kami di pasar tersebut. Belum terlalu ramai, tapi sudah banyak penduduk yang bertransaksi. Saya dan teman, yang masing-masing menggenggam DSLR, sudah dari awal sibuk jeprat-jepret mengabadikan suasana pagi di Muara Kuin.
perahu penjual dan pengunjung, dilatarbelakangi tongkang batubara
Perahu kami juga tidak luput jadi sasaran penawaran barang dagangan oleh masyarakat. Kebanyakan yang dijual adalah sayur-mayur dan buah-buahan yang merupakan hasil kebun sendiri, sembako, serta beberapa peralatan kebutuhan dapur dan rumah tangga. Tetapi yang paling mendominasi adalah hasil-hasil kebun sendiri, mengingat awalnya pasar terapung ini adalah tempat barter, pertukaran barang hasil kebun para masyarakat. Kami pun tak ketinggalan membeli sekilo jeruk dagangan seorang ibu.
ibu penjual jeruk dan suaminya.. berpuluh tahun menjadi bagian Muara Kuin
Tetapi yang paling mantap dan paling ditunggu adalah perahu yang menjual aneka panganan kue dan sarapan. Bisa juga kita memesan kopi, teh, ataupun susu hangat untuk menemani pagi yang sudah mulai terang. Ada juga satu perahu agak besar yang menjual mi bakso, lengkap dengan meja dan kursinya. Perahu ini saya lihat diserbu beberapa pengunjung yang naik dari kota. Kamipun tampak banyak tanya mencomot beberapa kue hangat (dengan sebuah tongkat yang ujungnya dipasangi paku) dan memesan kopi susu hangat, sambil menikmati pasar. Iseng, saya SMS seorang teman baik di Jakarta, “Sarapan yuk, di pasar terapung” dan langsung dibalas juga, “GW IRI!!! SIAL”. Hehehe, makanya jangan kerja terus.
sarapan paling nikmat yang pernah saya rasakan
Puas menikmati pasar terapung, kami dibawa motoris ke Pulau Kembang, tidak sampai 20 menit kami sudah tiba. Teryata yang disebut Pulau Kembang adalah satu “pulau” di Sungai Barito tempat penangkaran monyet, tempat ini berjudul Taman Wisata Alam. Untuk masuk kawasan ini, kita dikenakan biaya 5000 rupiah per-orang. Di sini juga terdapat kuil yang memajang patung Dewa Hanoman, tempat bersembahyang orang-orang Cina. Karena banyak orang bersembahyang, banyak juga ibu-ibu dan anak-anak peminta sedekah yang mencari nafkah di sini, membuat suasana kurang nyaman.
Kuil Hanoman, pas dengan Pulau Kembang yang dihuni ratusan monyet
Tetapi yang paling menarik adalah melihat tingkah laku para penghuni pulau ini. Begitu kami sampai, beberapa ekor monyet dewasa langsung mengerubuti mencari dan meminta makanan. Mereka lumayan agresif dan aktif, jadi hati-hati menyimpan barang-barang bawaan. Kami disini tidak lama. Bayar tiket, masuk, keliling sekali, dan langsung keluar. Ada jalan setapak yang dibangun dari kayu, menyerupai jembatan, melingkar dan memotong hutan bakau yang jadi habitat alami monyet-monyet penghuni “pulau” ini.
tidak beda dengan kita?
berbaris yang rapi, laksanakan tugas rutin
Tapi taman wisata yang menurut saya bagus ini kurang dikelola dengan maksimal, kurang perawatan dan perlu pembenahan serius kalau ingin dijadikan objek wisata andalan. Kayu-kayu jembatan di sana-sini ada yang rusak dan lapuk, sampah-sampah masih bertebaran di mana-mana, monyet-monyet yang ada juga tampaknya dibiarkan begitu saja tanpa ada perawatan petugas. Hal ini membuat kami kurang nyaman, jadi cukuplah satu kali putaran berkeliling dan beberapa jepret tingkah monyet-monyet, dan kami langsung keluar, pulang.
mari berbenah untuk kebaikan bersama
Saya masih dan tetap berharap semoga objek-objek seperti pasar terapung dan taman wisata alam yang ada di manapun di Indonesia dapat benar-benar menjadi objek wisata, yang membuat kita rileks, tersenyum, nyaman, menginspirasi, serta membuat kita siap memulai hari-hari selanjutnya.
titip salam untuk semua, dari jengger Pulau Kembang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar